Tradisi
adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat. Tradisi (Bahasa
Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan adalah sesuatu
yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama
yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Indonesia
yang memiliki banyak daerah dengan beragam suku, agama dan kebudayaan, juga
mempunyai beragam tradisi adat yang hingga saat ini masih dilaksanakan di
daerah asalnya masing-masing. Bahkan, tradisi adat tersebut juga menjadi ajang
wisata budaya bagi banyak turis, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaksanaan upacara adat tradisional masing- masing daerah tersebut umumnya
sangat menarik, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral
yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan pemaparan di atas,
kelompok kami akan membahas beberapa tradisi adat yang ada dimasyarakat
Indonesia yang masih terus dilaksanakan hingga saat ini dalam bentuk kliping
yang berjudul “Tradisi Adat Daerah Nusantara”. Dengan di buatnya tugas ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai keanekaragaman
budaya masyarakat Indonesia.
TRADISI
ADAT DAERAH NUSANTARA
1. “Peusijeuk” Tradisi Adat Masyarakat Aceh
Peusijeuk adalah salah satu prosesi adat dalam
budaya masyarakat Aceh. Tradisi ini biasanya dilakukan untuk memohon
keselamatan, ketentraman dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Tradisi ini sering dilakukan di
hampir semua kegiatan masyarakat Aceh seperti pernikahan adat, perayaan adat,
syukuran dan upacara adat lain. Pelaksanaan tradisi ini dilakukan oleh tokoh
agama atau tokoh adat yang dituakan. Dalam prosesi peusijeuk ini sang tokoh
adat akan melakukan gerakan memercikan peusijeuk dan melantunkan doa- doa
khusus yang disesuaaikan dengan ajaran agama islam.
|
2. “Lompat Batu” Tradisi Adat Suku Nias Sumatera
Utara
Lompat batu atau
hombo batu berasal dari Desa Bawo Mataluo Nias, Kabupaten Nias Selatan,
Sumatera Utara. Tradisi ini merupakan ritual khusus buat para pemuda suku
Nias.
Tradisi
ini untuk menentukan apakah seorang pemuda sudah dewasa dan telah memenuhi
syarat untuk menikah atau belum. Mereka akan melompati batu yang tingginya
lebih dari 2 meter, melalui sebuah batu kecil untuk pijakan ketika melompati
batu. Ada ritual khusus sebelum melompati batu, dengan memakai pakaian adat
mereka akan bersemangat agar bisa melompati batu.
|
Upacara
Tabuik ini hanya ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat dan
merupakan tradisi yang khas dari daerah tersebut. Upacara ini digelar sebagai
bentuk peringatan atas kematian anak Nabi Muhammad SAW dalam sebuah perang di
zaman Rasulullah dulu. Dilakukan pada Hari Asura setiap tanggal 10 Muharram
tahun Hijriah.
Beberapa hari sebelum datangnya waktu penyelenggaraan
upacara ini, masyarakat akan bergotong royong untuk membuat dua tabuik.
Kemudian, pada hari H, kedua tabuik itu di arak menuju laut di Pantai Gondoriah. Satu tabuik
diangkat oleh sekitar 40 orang. Di belakangnya, rombongan masyarakat dengan
baju tradisional mengiringi, bersamaan dengan para pemain musik tradisional.
Lalu, kedua tabuik itupun dilarung ke laut.
|
4. “Petang Megang” Tradisi Adat Sambut Ramadhan Masyarakat Riau
Kata
Petang di sini berarti petang hari atau sore hari, sesuai dengan waktu
dilaksanakan tradisi ini yang memang dilaksanakan pada sore hari. Sedangkan
Megang disini berarti memegang sesuatu yang juga dapat diartikan memulai
sesuatu. Hal ini sesuai dengan waktu diadakan tradisi ini yaitu sebelum
Ramadhan dan ingin memulai sesuatu yang baik dan suci yaitu puasa.
Tradisi Petang Megang dilaksanakan di Sungai
Siak. Hal ini mengacu pada leluhur suku Melayu di Pekanbaru yang memang
berasal dari Siak. Tradisi ini diawali dengan ziarah ke berbagai makam pemuka
agama dan tokoh-tokoh penting Riau. Ziarah dilakukan setelah sholat Dzuhur.
Lalu dilanjutkan dengan ziarah utamanya yaitu ziarah ke makam Sultan Muhammad
Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, yang juga dikenal dengan nama Marhum Pekan
|
5. “Kenduri Sko” Tradisi Adat Masyarakat Jambi
Kenduri sko adalah suatu acara adat
yang dilaksanakan oleh masyarakat Kerinci dalam melestarikan budaya yang
sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Kenduri sko atau Kenduri Pusaka
merupakan rangkaian adat yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam acara
sakral ini juga dilakukan pengukuhan gelar adat kepada ninik mamak, tuo
teganai, dan tokoh-tokoh masyarkat, serta adat.
Pada kegiatan Kenduri Sko ini
sendiri juga dilakukan ritual pembersihan alat pusaka/pusako yang merupakan
peninggalan nenek moyang yang tersimpan, dan ritual ini dilakukan oleh kepala
atau orang adat dan disaksikan oleh masyarakat luas.
|
6. “Upacara Mandi Kasai” Tradisi Adat Masyarakat
Sumatera Selatan
Tradisi
ini telah berkembang sejak abad ke- 14 dikalangan masyarakat kota Lubuk
Linggau, Sumatera Selatan. Mandi Kasai adalah mandi pengantin seusai acara
persedekahan atau duduk pengantin dilaksanakan. Upacara adat ini dilaksanakan
sebagai gambaran betapa tingginya penghargaan yang diberikan masyarakat
terhadap suatu pernikahan.
Saat
Mandi Kasai pengantin diberi nasihat dan diperkenalkan dengan keluarga besar
pengantin. Dalam rangkaian upacara ini juga berlangsung mandi simburan yaitu
simbur menyimbur air diantara masyarakat yang hadir mengikuti upacara ini.
|
7. “Tabot” Tradisi Adat Masyarakat Bengkulu
Perayaan
Tabot pada mulanya dibawa dan dikembangkan oleh orang-orang India asal Siphoy
yang datang bersama datangnya tentara Inggris ke Bengkulu tahun 1685 Upacara
ini selanjutnya diwariskan kepada anak cucu keturunannya yang kemudian
diantaranya ada yang berasimilasi dengan orang Bengkulu. Nama
"Tabut" berasal dari kata Arab yaitu Tabut, yang secara harfiah
berarti Kotak Kayu atau Peti.
Adapun
tahapan dari upacara Tabot tersebut adalah sebagai berikut : Mengambil Tanah,
Duduk Penja, Menjara, Meradai, Arak Penja, Arak Serban, Gam (masa
tenang/berkabung) dan Arak Gedang serta Tabot terbuang.
|
8. “Cakak Pepadun” Tradisi Adat Masyarakat
Lampung
Cakak
pepadun adalah peristiwa pemberian gelar menurut adat istiadat
masyarakat Lampung Pepadun. Biasanya Upacara ini dilakukan bersamaan
dengan upacara perkawinan. Pepadun adalah bangku atau singgasana kayu
yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga.
Upacara
ini dimulai dengan prosesi ngakuk maju (mengambil mempelai wanita. Tahapan
utama yaitu musyawara adat atau dikenal dengan istilah upacara
Merwatin, penyerahan siger (tempat sirih), upacara pemotongan kerbau,
arak-arakan penyimbang dari pihak pria ketempat mempelai wanita. Dilanjutkan
dengan tahapan musek (menyuapi kedua mempelai), barulah Tari
Cangget hingga Cakak Pepadun calon penyimbang didudukan di singga sana.
|
9. “Nganggung” Tradisi Adat Masyarakat Kepulauan
Bangka Belitung
Nganggung adalah
suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di Bangka. Dalam acara
ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat sebesar
tampah yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari kuningan.
Nganggung merupakan kegiatan
yang dilakukan masyarakat dalam rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut
tamu kehormatan, acara selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara
apapun yang melibatkan orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di
dalam dulang yang ditutup tudung saji ke masjid atau balai desa untuk dimakan
bersama setelah acara ritual agama.
|
10. “Tepuk Tepung Tawar” Tradisi Adat Masyarakat Kepulauan Riau
Tepuk Tepung Tawar adalah suatu adat di negeri-negeri
Melayu, khususnya di Kepulauan Riau yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat sejak masa raja-raja dahulu hingga saat ini. Upacara ini menyertai
berbagai peristiwa penting dalam masyarakat, seperti kelahiran, khitanan,
perkawaninan, pembukaan lahan baru, jemput semangat bagi orang yang baru
luput dari mara bahaya, dan sebagainya.
Dalam adat Istiadat Melayu, Tepung Tawar artinya untuk
membuang segala penyakit. Tepung tawar juga dilakukan sebagai perlambangan
mencurahkan rasa syukur atas keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan
atau yang telah dapat dilaksanakan, baik terhadap manusia maupun benda mati.
|
11. “Penganten Sunat” Tradisi Adat Masyarakat
Betawi Jakarta
Dalam tradisi Betawi, sunat diartikan sebagai proses
pembeda. Maksudnya, seorang anak lelaki yang sudah sunat berarti sudah
memasuki dunia akil balig. Karena sudah akil balig, maka dia dituntut atau
seharusnya sudah mampu membedakan antara dunia anak-anak dan dunia dewasa. Ia
sudah selayaknya mampu menjaga diri dari perbuatan yang melanggar ajaran
agama dan adat kesopanan di masyarakat.
Sebelum hari H ( hari pelaksanaan) biasanya anak dirias
dengan rias dan pakaian kebesaran sunat, dijadikan pengantin sunat. Pagi-pagi si anak
atau pengantin sunat mulai diarak keliling kampung. Tujuannya untuk memberi kegembiraan
serta semangat kepada si anak bahwa besok dia akan dapat pengalaman baru,
yaitu pengalaman sunat.
|
12.
“Labuh
Saji” Tradisi Adat Masyarakat Jawa Barat
Upacara adat labuh saji
merupakan tradisi turun-temurun nelayan Palabuhanratu untuk memberikan
penghormatan kepada seorang putri bernama Nyi Putri Mayangsagara atas perhatiannya terhadap
kesejahteraan nelayan.
Upacara
labuh saji ini adalah tradisi tahunan sejak abad ke-15 untuk memberikan
bingkisan kepada Nyi Roro Kidul yang
waktu itu dipercaya sebagai penguasa laut selatan. Berlokasi di Kelurahan Pelabuhanratu Kabupaten
Sukabumi, dilaksanakan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan). Labuh
(melabuh/menjatuhkan ) sesajen ke laut dengan harapan agar hasil tangkapan
berlimpah setiap tahun dan memelihara hubungan baik dengan Nyi Roro Kidul.
|
13. Tradisi Adat Masyarakat Jawa Tengah
Tingkeban
|
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi
masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh, upacara ini
dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali.
Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi
semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang
sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman (siraman) dan di sertai
doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan
rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
|
Ruwatan
|
Masyarakat-masyarakat Jawa percaya jika anak
tunggal harus melakukan ritual ruwatan untuk menghilangkan kesialan dari
dirinya. Tradisi ruwatan ini masih di lestarikan di dataran tinggi dieng,
itupun hanya untuk anak-anak yang berambut gimbal. Masyarakat sana percaya
bahwa anak-anak yang berambut gimbal ini mempunyai keturunan raksasa atau
buto, maka dari itu anak-anak yang berambut gimbal harus diruwat.
|
14.
“Sekaten” Tradisi Adat Masyarakat Yogyakarta
Di Yogyakarta, terdapat sebuah tradisi adat yang
dikenal dengan Sekaten. Tradisi Sekaten ini sudah dilakukan sejak abad 16
Tradisi ini diadakan setahun sekali yakni di bulan Maulud atau bulan ketiga
dalam perhitungan kalender Jawa. Lokasi yang digunakan untuk menggelar acara
Sekaten ini adalah di pelataran alun-alun utara Yogykarta. Istilah Sekaten sendiri diambil
dari nama perangkat pusaka Kraton Yogyakarta. Pusaka tersebut berupa gamelan
bernama Kanjeng Kyai Sekati.
|
15. “Tedak
Siten” Tradisi Adat Masyarakat Jawa Timur
Prosesi Tedak Siten dimulai
sejak pagi hari dengan serangkaian makanan tradisional untuk selamatan.
Makanan tersebut berupa ‘jadah’ tujuh warna. Makanan ini dibuat dari beras
ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur
menjadi satu dan bisa diiris. Jadah menjadi simbol kehidupan bagi si anak,
dan warna warni menggambarkan jalan hidup si anak kelak. Makanan lainnya
yaitu tumpeng lengkap dengan ayam utuh sebagai simbol doa orang tua agar
anaknya selalu diberi kesehatan dan kesejahteraan.
|
16.
“Seren
Taun” Tradisi Adat Masyarakat Baduy Banten
Upacara Seren Taun mengandung makna serah terima tahun lampau
kepada tahun yang akan datang, dan merupakan wahana syukuran kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas hasil panen yang dilaksanakan pada tahun terdahulu
disertai harapan agar tahun selanjutnya kehidupan pertanian akan lebih baik
dari tahun sebelumnya.
Upacara Seren Taun diselenggarakan di daerah Baduy pada bulan
syawal. Pada hari pelaksanaan, acara Balik Taun Rendangan merupakan acara
pembuka, Rendangan berarti seluruh keturunan Kasepuhan Banten Kidul, dan
ritual berikutnya adalah Ngareremokeun yaitu
memasukkan padi ke dalam lumbung (leuit). Upacara dimulai dengan pembakaran
kemenyan yang dilakukan oleh Dukun Pangampih sebagai Pemimpin Upacara
disertai pembacaan mantra dan do’a.
|
17.
“Ngaben”
Tradisi Adat Masyarakat Bali
Ngaben merupakan upacara
kremasi atau pembakaran jenazah di Bali. Upacara adat Ngaben merupakan sebuah ritual yang
dilakukan untuk mengirim jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam upacara ini,
jenazah diletakkan dengan posisi seperti orang tidur. Keluarga yang
ditinggalkan pun akan beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut sedang
tertidur. Dalam upacara ini, tidak ada air mata karena mereka menganggap
bahwa jenazah hanya tidak ada untuk sementara waktu dan menjalani reinkarnasi
atau akan menemukan peristirahatan terakhir di Moksha yaitu suatu keadaan
dimana jiwa telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian. Upacara ngaben
ini juga menjadi simbol untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal.
|
18. “Pasola” Tradisi Adat Masyarakat Nusa
Tenggara Timur
Dalam upacara tradisional masyarakat Nusa Tenggara timur
ini, akan ada dua kelompok yang melakukan “perang-perangan”. Setiap kelompok
yang terdiri atas lebih dari 100 pemuda itu “berperang” dengan bersenjatakan
tombak dari kayu yang ujungnya tumpul, dan juga mengenakan baju perang dalam
adat mereka. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Februari atau Maret setiap tahunnya, Upacara
ini digelar dengan tujuan untuk menyampaikan doa kepada Tuhan, agar panen mereka
pada tahun itu bisa berhasil.
|
![]() |
19.
“Bau
Nyale” Tradisi Adat Masyarakat Nusa Tenggara Barat
Tradisi Bau Nyale biasanya dilakukan dua kali
setahun. Tradisi ini dilakukan beberapa hari sesuai bulan purnama yaitu pada
hari ke-19 dan 20 bulan 10 dan 11 dalam penanggalan suku Sasak. Biasanya
tanggal tersebut jatuh pada bulan Februari dan Maret. Bau Nyale mulai dikenal
masyarakat dan diwariskan sejak sebelum abad 16. Bau Nyale berasal dari
bahasa Sasak. Dalam bahasa Sasak, Bau artinya menangkap sedangkan Nyale
adalah nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan namanya, tradisi ini
kegiatan menangkap nyale yang ada di laut.
Bau
Nyale biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok selatan, khususnya di pantai selatan Lombok Timur seperti pantai Sungkin,
pantai Kaliantan, dan Kecamatan Jerowaru. Selain itu, juga dilakukan di
Lombok Tengah seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya. Saat
melakukan tradisi ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai hiburan
pendamping.
|
20.
“Naek
Dango” Tradisi Adat Masyarakat Kalimantan Barat
Naik Dango atau Gawai
Dayak merupakan Upacara adat masyarakat Kalimantan Barat (Dayak Kanayatn),
yang dilakukan dari daerah Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, hingga
Kabupaten Sanggau. Upacara adat Naik Dango yang merupakan sebuah upacara
untuk menghaturkan rasa syukur terhadap Nek Jubata atau Sang Pencipta atas
berkah yang diberikannya berupa hasil panen (padi) yang berlimpah.
Upacara adat Naik Dango
ditandai dengan menyimpan seikat padi yang baru selesai di panen di dalam
dango (lumbung padi) oleh setiap kepala keluarga masyarakat Dayak yang
bertani/ berladang.
|
21. “Ritual Tiwah” Tradisi Adat Suku Dayak
Kalimantan Tengah
Tiwah merupakan upacara ritual
kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah,
khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur
warga Dayak. Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas
seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa
dari jenazahnya hanya tinggal tulangnya saja. Ritual Tiwah bertujuan sebagai
ritual untuk meluruskan perjalanan arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau
sehingga bisa hidup tentram di alam Sang Kuasa.
|
22. “Mallasung Manu” Tradisi Adat Masyarakat
Kalimantan Selatan
Upacara adat mallasung manu adalah ritual khas
kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan,
Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi
ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk
permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
pesta adat yang unik ini, para peserta berangkat secara bersama-sama dari
Pulau Laut (Kotabaru) menuju Pulau Cinta dengan menggunakan perahu.
Sesampainya di Pulau Cinta, pesta adat melepas sepasang ayam jantan dan
betina dilaksanakan dengan disaksikan oleh ribuan penonton.
|
Upacara
ini merupakan upacara tahunan yang harus dibuat. Upacara ini merupakan
ungkapan rasa syukur suku dayak bahau Kalimantan Timur atas ladang mereka
yang bisa ditanami padi dengan harapan mendapat hasil panen yang melimpah.
Upacara ini dilaksanakan selama satu bulan dengan berbagai ritual adat,
diawali dari memberi makan sang raja kampung (to’q) agar selalu menjaga
kampung dari kejahatan. Dalam upacar ini juga terdapat ritual lali uga’l
yaitu pertunjukan beberapa tarian yang sifatnya sakral dan hanya boleh
dilakukan saat upacara ini.
|
24.
“Buang
Pantang” Tradisi Adat Masyarakat Kalimantan Utara
Upacara adat kematian suku Dayak Berusu Kalimantan
Utara ini biasanya dilakukan selama 7 hari hingga dikebumikan. Upacara ini
dimaksudkan untuk membuang kesialan atau keburukan untuk keluarga yang
ditinggalkan. Acara diawali dengan adu ayam yang dipimpin oleh dua sesepuh
adat. Setelah adu ayam, para hadirin diiringi bunyi gong kembali ke tenda, bergantian
mereka bernyanyi dan berbalas pantun menceritakan tentang sikap dan perilaku
orang yang meninggal.
Bersamaan dengan itu makanan
dan minuman khas juga selalu tersedia dalam acara ini, misalnya tamba (ikan
atau daging babi yang sudah diawetkan) dan pengasi (sejenis tuak) yang
diminum berpasangan setelah wadah (tempayan) dibuka.
|
25.
“Tulude”
Tradisi Adat Masyarakat Sulawesi Utara
Upacara adat ”Tulude” merupakan hajatan tahunan
warisan para leluhur masyarakat Nusa Utara
di ujung utara propinsi Sulawesi Utara. Telah berabad-abad acara
sakral dan religi ini dilakukan oleh masyarakat etnis Sangihe dan Talaud
sehingga tak mungkin dihilangkan atau dilupakan oleh generasi manapun.
|
26.
“Pompaura”
Tradisi Adat Masyarakat Selawesi Tengah
Pompaura adalah
ritual adat yang bertujuan untuk mencuci kampung agar segala bala akibat
perilaku buruk manusia di wilayah itu dapat dihindari.
Ritual
dimulai dengan menyiapkan sesajen terdiri dari aneka makanan sesuai dengan
kemampuan warga. Taki atau bawaaan berupa beras, gula pasir, kopi, teh,
singkong, pisang, ayam atau kambing yang merupakan pengadaan secara gotong
royong. Seluruh taki dikumpulkan, lalu diikat di rumbai janur kuning yang
menjuntai antara ranting pohon bambu yang sudah disiapkan.
|
27. ”Aluk Rambu Solo” Tradisi Adat Masyarakat
Toraja Sulawesi Selatan
Aluk Rambu Solo adalah pesta atau upacara
kematian adat yang menjadi tradisi orang- orang Melayu serumpun di Toraja,
Sulawesi Selatan. Adat istiadat ini telah diwarisi oleh masyarakat Toraja
secara turun temurun. Keluarga dari orang yang meninggal akan menggelar
upacara ini sebagai tanda penghormatan terakhir. Kemudian, jenazahnya akan
dibawa ke makam yang terletak di tebing goa, yakni pekuburan Londa. Bersamaan
dengan itu, juga dibawa sebuah boneka kayu yang telah dibuat sebelumnya, yang
wajahnya sangat mirip dengan orang yang telah meninggal itu. Aluk Rambu Solo
dapat dimakanai sebagai upacara pemujaan dan penyempurnaan arwah yang wafat
supaya dapat berkumpul dengan roh leluhur di alam roh.
|
28.
“Posuo”
Tradisi Adat Masyarakat Selawesi Tenggara
Tradisi Posuo merupakan salah satu tradisi dari
Sulawesi Tenggara tepatnya di daerah Buton. Tradisi Posuo ini sudah
berlangsung sejak zaman Kesultanan Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai
sarana untuk peralihan status seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi
dewasa (kalambe), serta untuk mempersiapkan mentalnya.
Upacara tersebut dilaksanakan
selama delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh mayarakat
setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para peserta dijauhkan
dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya.
Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin Upacara Posuo) yang
akan membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual, dan
pengetahun membina keluarga yang baik kepada para peserta.
|
29.
“Sayyang
Pattu’du” Tradisi Adat Masyarakat Sulawesi Barat
Tradisi Sayyang Pattu'du atau
"Kuda Menari" adalah tradisi syukuran terhadap anak-anak yang
berhasil mengkhatamkan Alquran sebanyak 30 juz. Syukuran itu dilakukan dalam
bentuk arakan keliling kampung dengan menggunakan seekor kuda yang menari di
bawah lantunan irama para pengiringnya.
Tradisi
ini selain dipakai dalam rangkah khataman Alquran, juga bisa dijumpai pada
acara pernikahan (tokaweng).
Masyarakat Mandar meyakini khataman Alquran dan prosesi adat Sayyang Pattu’du punya
pertalian erat. Bahkan, tidak sedikit orang Mandar yang berdiam di luar
Sulawesi Barat rela datang kembali ke kampung halamannya demi mengikuti
tradisi Sayyang Pattu'du.
|
30.
“Molonthalo”
Tradisi Adat Masyarakat Gorontalo
Molonthalo
atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama, merupakan pra
acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaan, yang telah
baku pada masyarakat Gorontalo. Adat ini hampir sama dengan adat Jawa yang di
sebut Mitoni yang merupakan upacara adat selamatan yang menandai tujuh bulan
usia kehamilan.
Acara Molonthalo ini merupakan pernyataan dari keluarga
pihak suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan
turunan dari perkawinan yang syah. Serta merupakan maklumat bahwa sang istri
benar-benar suci.
|
31.
“Pukul
Sapu” Tradisi Adat Masyarakat Maluku
Ritual penuh nuansa agama dan adat ini merupakan
pertunjukan yang dilakukan setiap 7 Syawal Hijriah di Desa Mamala dan Desa
Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Ritual ini dilakukan oleh
pemuda-pemuda yang memiliki fisik kuat, biasanya peserta berasal dari kedua
desa tersebut. Upacara ini diawali dengan berbagai kegiatan,
seperti hadrat (rebana), karnaval budaya, pameran dan festival, balap perahu,
penampilan band lokal, dll.
Setelah
menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian, para peserta dikumpulkan di suatu
tempat untuk mendapatkan doa dari para tetua adat. Sebelum memasuki arena
upacara, para peserta pukul sapu terlebih dahulu berlari-lari kecil
mengelilingi kampung. Di Desa Mamala, upacara Pukul Sapu diawali dengan
mencambukkan lidi enau ke tubuh peserta upacara oleh pejabat daerah setempat.
Sedangkan di Desa Morella, pembukaan upacara ditandai dengan penyulutan obor
Kapitan Telukabessy oleh pejabat atau pemuka masyarakat setempat.
|
32. “Kololi Kie” Tradisi Adat Masyarakat Maluku
Utara
Kololi Kie dalam bahasa Ternate berarti Keliling
Gunung (Kololi artinya Keliling) dan (Kie artinya Gunung), adalah sebuah
ritual adat mengelilingi gunung Gamalama sekaligus pulau Ternate yang
dilakukan langsung Sultan bersama permaisuri Boki Nita Budi Susanti bersama
pasukannya (kapita) dan rakyatnya (bala kusu sekano kano).
Tradisi yang berusia sudah 700
tahun lebih ini, adalah ritual untuk mendoakan rakyat Maluku Kie Raha dan
Ternate yang dilakukan Sultan. Ritual ini tidak hanya dilakukan saat Sultan
berultah, ketika masyarakat Maluku Utara dilanda musibah besar seperti
bencana alam dan didera konflik pertikaian, Sultan pun langsung menggelar
Kololi Kie.
Ada dua jalur yang ditempuh
dalam Kololi Kie, yakni jalur laut yang dalam bahasa local Ternate disebut
Kololi Kie Toma Ngolo (Toma berarti di dan Ngolo berarti Laut) disamping
jalur darat (Kololi Kie Toma Nyiha (Nyiha berarti Darat).
|
33.
“Barapen” Tradisi Adat Masyarakat Papua
Barapen
(bakar batu) merupakan salah satu tradisi tertua yang pernah ada di Papua,
terutama di daerah pedalaman/pegunungan seperti Jawayijawa, Dekai, Yahukimo
dll. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Papua untuk menunjukan rasa
syukur, silaturahim, upacara kematian, dan mengumpulkan prajurit untuk
persiapan perang.
Kegiatan Barapen diawali dengan membuat lubang
di tanah, lalu diisi dengan batu-batu yang sudah dipanaskan oleh kayu bakar.
Setelah itu batu-batu dilapisi dengan daun pisang, lalu ditaruh daging babi
yang sudah diiris dan kembali ditutupi oleh daun pisang. Proses tersebut
diulangi hingga sayur-sayuran, ubi, dan singkong terletak di bagian paling
atas.Upacara adat ini bertujuan untuk meningkatkan keharmonisan dan
solidaritas antar warga Papua.
|
34. “Mansorandak” Tradisi Adat Suku Biak Papua
Barat
Mansorandak (tradisi injak
piring) biasanya dilakukan oleh suku Biak di Manokwari, Papua Barat dalam
rangka menyambut kembali anggota keluarga dari rantau atau daerah luar papua
yang jauh dalam jangka waktu yang lama. Tradisi ini bertujuan untuk
menunjukan rasa gembira atas kepulangan anggota keluarga dan dikatakan bahwa
mansorandak juga bertujuan untuk membersihkan orang tersebut dari roh-roh
jahat yang berasal dari daerah rantau.
Tradisi
ini dimulai dengan proses mandi kembang di atas piring adat. Setelah itu,
sang perantau akan masuk ke dalam ruangan khusus di rumah keluarganya dan
mengitari sembilan piring adat sebanyak sembilan putaran. Di bagian akhir,
sang perantau menginjak replika buaya yang melambangkan tantangan dan cobaan
hidup yang akan dijalani oleh sang perantau. Setelah itu diadakan acara makan
bersama yang uniknya, seluruh makanan akan digantung terlebih dahulu di
bagian atas rumah lalu baru boleh disantap setelah aba-aba dari sesepuh adat
Doreri, Manokwari.
|
Beragam suku bangsa di negara ini beragam
pula budayanya, mulai dari sabang sampai merauke mulai dari yang beragama
sampai yang atheis semua memiliki tradisi
adat dengan ciri dan keperibadian khas masing – masing.
Karena
tradisi adat juga merupakan identitas bagi suatu bangsa maka sebagai generasi
muda, kita harus dapat melestarikan tradisi adat masyarakat kita sebagai bentuk
kecintaan kita terhadap Bangsa Indonesia. Terlepas dari itu semua
kita adalah satu dalam NKRI seperti semboyan negara kita Indonesia
yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Dengan mengenal dan mempelajari beragam tradisi
adat masyarakat Indonesia diharapkan dapat menambah rasa toleransi kita
terhadap suku bangsa lain dan memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai bangsa
Indonesia.
Dikutip dari berbagai sumber di Internet👈
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for visiting my blog n happy reading.,,